setelah sampai dirumahnya,
demi melihat tubuh dis yang gemetar, juga raut wajahnya yang lusuh, aku tahu posisi tidurnya tidaklah nyaman baginya. akan tetapi, barang kali dalam posisi miring rasa sakitnya masih lebih sedikit daripada jika kembali dibaringkan. aku bertanya kepada dis "apa nyaman tidur seperti itu dis? mau aku bantu meringankan ketidaknyamananmu?". sekalipun aku belum pernah jadi pemimpin latihan pernafasan atau relaksasi sebelumnya. insya allah aku telah "bermeditasi" selama bertahun. karena telah lama aku menggunakan serangkaian latihan pernafasan untuk meredakan rasa sakit.
aku tak tahu mengapa aku mengusulkan itu kepada dis. tetapi dia menjawab kalau dia ingin mencobanya. "saat menghela nafas, bayangkan sebuah cahaya putih yang terang memasuki tubuh mu dan langsung menembus pusat rasa sakit. saat membuang napas, bayangkan sebuah awan hitam keluar dari tubuhmu membawa semua rasa sakitny".
pada saat keluarganya kembali kekamar, aku dan dis telah melakukan latihan itu selama sepuluh menit. dis menjadi lebih rileks dan tubuhnya tak lagi gemetar. dan itu kita lakukan selama dis digantikan bajunya. ketika semuanya telah selesai dan kita mulai membaringkannya ke tempat tidur, dis tersenyum dan memandangi kami dengan matanya yang menguning.
kemudian aku bertanya, "kmu tidak mengantuk? ini sudah malam, aku mau kmu istirahat dan aku ingin mengerjakan tugas kuliahku diluar".
"tidak, tetaplah disini", jawab dis. kemudian saya menarik sebuah kursi dan duduk di sisinya dengan laptop yang aku pangku di paha kakiku. dan para keluarganya keluar untuk melanjutkan aktivitas mereka.
dalam tatapanku ke layar laptop seraya aku berfikir, kehidupan kami berjalan dalam jalur sejajar, hanya terpisah beberapa derajat. kadang kala garis hidup kami berdua nyaris berpotongan, sebagaimana ketika kami berdua mengambil air wudlu, namun membatalkannya di awal-awal. jika ada jeda dalam percakapan itu, aku bertanya-tanya apakah arah hidup kami akan terus beriringan. aku dan dis seakan berbicara berjam-jam, namun aku kira itu hanya 20 menit.
tak kusangka dis tertidur dengan raut wajah tersenyum tetapi tak bisa menyembunyikan sakit yang dia rasakan.
.
.
.
pada pukul berapa aku tak paham, mungkin sekitar 10 malam. kesibukanku mengerjakan tugas kuliah terhenti ketika dis mulai menggerakkan badannya pertanda dia terbangun dari tidurnya. tetapi saat itu aku merasakan ada yang memaksaku untuk segera memanggil keluarganya. aku berbisik ke dis bahwa aku akan keluar sebentar untuk memanggil keluarganya.
.
setlah kami berada dalam satu ruangan dengan semua mata tertuju kepada dis, kami bergantian untuk saling memberikan kata-kata agar dia tetap berada pada kesadarannya. setelah sepanjang malam dan dis saling memandangi wajah-wajah para teman, dan keluarganya satu persatu, termasuk aku,
kulihat " dia memandang ke langit dengan mata berlinang. kemudian dengan matanya yang sayup basah, dia mengangkat kedua tangannya, layaknya seperti anak kecil yang ingin digendong oleh ibunya, dan seperti ada yang telah menyambutnya, dis kemudian menghela nafas agak panjang, tiba-tiba dia mengucap kalimat syahadat dan tauhid, dia perlahan menghembuskan nafasnya dan kemudian matanya perlahan tertutup".
.
kami semua yang ada diruangan berdiri dan meyakini bahwa itulah helaan nafas terakhir dari dis. semua dengan ikhlas merelakan kepergiannya termasuk orang tua dan wanita yang dicintainya. mungkin mereka mengerti bahwa inilah jalan yang lebih baik untuk dis agar dia tak lagi merasakan sakit yang harus dia tahan. .
.
aku kemudian duduk di sisi ranjang dis dan melihat badak dewasa yang kecil itu masih tergolek diantara lengan dan tubuhnya. sedikit banyak aku merasa menyesal. aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya. dis adalah salah satu tipe orang yang menyenangkan untuk diajak minum bersama dan mengobrol. pendeknya, dia akan menjadi sahabat yang menyenangkan. aku merasa marah karena dia diambil begitu cepat.
.
.
selamat tinggal dis.
aku dan keluargamu sangat menyayangimu.
ucapan terima kasihmu yang khas tak pernah aku lupakan.
:')
Tidak ada komentar:
Posting Komentar